Rabu, 23 Juni 2010

SUKSES SEBAGAI DUBBER IKLAN

Bila ia melakukan kesalahan dalam bekerja kadang malah dianggap lucu. Sehingga membuat orang yang bekerja dengannya menjadi senang. Kalau ia bisa melakukan pekerjaan dengan baik, pujian langsung akan diterima. Dibayarnya lumayan pula! Itulah sekelumit proses kerja seorang dubber iklan.

Tidak banyak yang ‘mengekspos’ karir seorang dubber iklan. Sehingga kesuksesan hidup seorang dubber iklan tidak banyak yang tahu. Mungkin karena sebagian besar dubber iklan hanya bisa sukses bila berkarir di Jakarta. Ini yang saya dapatkan gambarannya dari cerita teman-teman dubber iklan, studio yang memproduksi iklan, dan agency periklanan yang membuat konsep iklannya.

Tahukah anda, ternyata seorang dubber iklan ada yang sukses sampai bisa membeli mobil, bahkan rumah! Wow! Memangnya mereka mendapat gaji bulanan yang besar? Tidak! Hah! Kalau gitu, pasti bayaran yang diterima dubber iklan gueeedeee banget ya?

Seorang dubber iklan biasanya akan menerima bayaran sesuai dengan jumlah naskah atau karakter yang diperankan, juga sesuai dengan tingkat senioritasnya. Makin banyak naskah / karakter yang diperankan, makin banyak pula uang yang dihasilkan. Makin senior seorang dubber iklan, makin besar peluang mereka untuk menetukan ‘harga’ mereka sendiri. Misalnya, mereka me’masang tarif’ 1 juta untuk tiap karakter yang mereka perankan, dan dalam 1 bulan ada 10 iklan yang memakai jasa mereka, berarti sudah 10 juta di bulan itu yang mereka terima.

Kalau anda mendengar iklan di setiap Stasiun Radio Jakarta saja, ada banyak iklan yang baru anda dengar setiap hari. Belum lagi iklan di televisi yang banyak membutuhkan dubbing (suara asli diganti atau diisi oleh dubber iklan). Ada lagi pekerjaan dubber iklan yang tidak tayang. Misalnya, iklan untuk riset yang hanya diproduksi untuk keperluan riset saja. Ada lagi yang namanya company profile yang hanya ditayangkan untuk kalangan terbatas. ‘Rate’ dubber iklan untuk itu lebih mahal lagi.

Bagimana awalnya sampai mereka bisa sukses? Sebagian besar yang saya tahu, mereka berawal dari karir sebagai pemain sandiwara radio (sekarang semakin hilang sandiwaranya), pengisi suara film atau penyiar radio. Tapi tidak sedikit yang bukan berasal dari dunia olah suara. Kelompok yang terakhir umumnya rajin berlatih (biasanya mengikuti pelatihan) agar bisa memiliki kemampuan sebagai seorang dubber iklan. Karena suara dan permainan peran mereka disukai, alhasil jasa mereka banyak dipakai pihak studio. Itulah mengapa mereka bisa ‘betah’ berprofesi sebagai dubber iklan.

Seorang dubber iklan memang dituntut kemampuannya dalam memainkan peran sesuai tuntutan karakter dalam suatu naskah iklan. Juga dituntut untuk bisa berimprovisasi sehingga menghasilkan iklan yang bagus. Jadi, mereka harus bisa menangkap apa yang diinginkan penulis naskah atau klien mereka.

Apakah mungkin untuk orang awam bila ingin menekuni profesi ini? Tergantung kemauan dan keuletan orang. Bila ada kemauan pasti ada jalan. Bila kita mau ‘ulet’, pasti akan jadi ‘kupu-kupu’ yang tinggal menghisap ‘madu’nya produksi audio iklan! Anda mau jadi ‘ulet’ dubber iklan?